Ericsson memperkirakan lebih dari 13 juta pelanggan di China akan menandatangani persetujuan berlangganan 5G pada akhir tahun 2019. Perusahaan telekomunikasi asal Swedia ini secara umum menyebutkan, internet super cepat 5G akan mencakup hingga 65% populasi dunia pada akhir tahun 2025.
Menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada Senin, Ericsson mengatakan, 5G akan mencakup 45% dari lalu lintas data seluler global dalam enam tahun. Jumlah kontrak seluler 5G di seluruh dunia akan mencapai 2,6 miliar pada pertengahan 2020-an.
&ldquo;Terkait hal itu, konsumen diperkirakan akan meningkatkan rata-rata konsumsi data seluler bulanan dari 7,2 GB menjadi 24 GB,&rdquo; lanjut Ericsson sebagamana dilansir dari&nbsp;<a class="vglnk" href="http://cnbc.com/" rel="nofollow">cnbc.com</a>.
Sementara China telah mengaktifkan jaringan 5G lebih cepat dari jadwal awal bulan ini. China Telecom, China Unicom dan China Mobile semuanya menawarkan paket seluler 5G. Bahkan pemerintah negara itu sedang memulai pengembangan jaringan 6G.
Sedangkan di AS, Verizon mengaktifkan jaringan seluler 5G di Chicago dan Minneapolis pada bulan April. Sejak saat itu juga Verizon meluncurkan teknologi 5G ke sejumlah kota tambahan.
Di Inggris, perusahaan telekomunikasi Vodafone dan EE melakukan uji coba teknologi 5G di beberapa kota besar. Termasuk di Bandara Gatwick, London.
Laporan Ericsson memberikan spekulasi bahwa penyerapan 5G paling cepat selama tahun-tahun mendatang adalah di Amerika Utara. Di mana 74% kontrak seluler diperkirakan menjadi 5G pada akhir 2025. Sebagai perbandingan, 56% kontrak seluler ditandatangani di Asia timur laut pada akhir 2025 menjadi 5G. Sementara 55% langganan di Eropa akan menjadi 5G.
&ldquo;Pada tahun 2020, perangkat yang kompatibel dengan 5G akan memasuki pasar volume. Hal ini yang akan meningkatkan adopsi 5G,&rdquo; kata Fredrik Jejdling, wakil presiden eksekutif dan kepala jaringan Ericsson.
Internet seluler Superfast 5G diharapkan dapat merevolusi ekonomi digital. Hal itu dengan mengaktifkan teknologi baru seperti mobil&nbsp;self-driving&nbsp;dan&nbsp;internet of things&nbsp;(IoT). Tetapi penyedia teknologi masih menghadapi hambatan politik yang signifikan.
Misalnya, raksasa telekomunikasi China, Huawei yang dimasukkan ke dalam daftar hitam oleh otoritas AS. Mereka melarang Huawei melakukan perdagangan dengan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat tanpa lisensi khusus dari pemerintah.
Menyinggung masalah keamanan nasional, AS sedang menekan sekutunya untuk melarang Huawei dari jaringan 5G mereka. AS mengklaim bahwa inklusi perusahaan dapat memungkinkan spionase Tiongkok.
Sedangkan Huawei telah berulang kali membantah tuduhan tersebut. Namun, beberapa negara, termasuk Australia dan Selandia Baru, ikut melarang perusahaan itu berpartisipasi dalam jaringan mereka. Hal itu karena adanya pernyataan bahwa di bawah hukum Tiongkok, organisasi atau perusahaan dapat dipaksa menyerahkan data kepada negara jika diminta untuk melakukannya.
<div class="sharedaddy sd-sharing-enabled">&nbsp;</div>

6 Tahun Lagi, 5G akan Menjangkau Dua Pertiga Populasi Dunia

Ericsson memperkirakan lebih dari 13 juta pelanggan di China akan menandatangani persetujuan berlangganan 5G pada akhir tahun 2019. Perusahaan telekomunikasi asal Swedia ini secara umum menyebutkan, internet super cepat 5G akan mencakup hingga 65% populasi dunia pada akhir tahun 2025.