INDUSTRI asuransi di tanah air menuai banyak masalah akhir-akhir ini. Sebut saja Jiwasraya, Bumiputera, Asabri, Kresna Lifa menambah panjang buruknya manajemen perusahaan. Kondisi ini semakin melemahkan penetrasi asuransi di Indonesia yang baru mencapai 3,18 persen. Jika dibedah lebih detail, penetrasi ini terbagi atas penetrasi asuransi jiwa 1,19 persen, asuransi umum 0,47 persen, asuransi sosial 1,45 persen, dan asuransi wajib 0,08 persen. &nbsp;Indonesia juga memiliki tingkat inklusi dan literasi keuangan yang rendah, khususnya untuk sektor asuransi nasional jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. Atas kenyataan ini, memantik pergolakan di masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menemukan tidak optimalnya manajemen perseroan, adanya tugas yang rangkap, kurangnya komite-komite, kemudian juga tidak optimalnya peran pengawas internal dan aktuaris, di mana aktuaris di industri asuransi memiliki jumlah yang terbatas.Permasalahan berikutnya adalah mengenai produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau dikenal dengan unit link. Bahwa unit link belakangan ini juga menjadi permasalahan utama di sektor asuransi. Pasalnya, unit link membuat sejumlah konsumen merasa kecewa karena tidak terealisasinya hasil investasi.<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/teken-kontrak-2-tahun-total-gaji-neymar-di-al-hilal-rp-5-3-triliun">Teken Kontrak 2 Tahun, Total Gaji Neymar di Al Hilal Rp5,3 triliun</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/berlabuh-di-chelsea-gaji-caicedo-sentuh-rp-122-miliar-per-tahun">Berlabuh di Chelsea, Gaji Caicedo Sentuh Rp122 Miliar Per Tahun</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/tren-integrasi-fmc-saham-telekomunikasi-bisa-jadi-penopang-ihsg-sampai-akhir-2023">Tren Integrasi FMC, Saham Telekomunikasi Bisa Jadi Penopang IHSG sampai Akhir 2023</a></li></ul>Akhirnya pada 15 Desember 2022, DPR menyetujui RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan untuk disahkan menjadi UU. UU P2SK yang mengamendemen 17 UU lama itu menambah mandat baru kepada Lembaga Penjamin Simpanan, yakni menjamin polis asuransi selain simpanan bank. Tugas ini diatur dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) sejak resmi berjalan 2028. Namun, penjaminan polis asuransi ini bakal dimulai tahun ini.<figure class="image"><img src="https://ik.trn.asia/uploads/2022/11/1669803918829.jpeg"><figcaption>Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa</figcaption></figure>Dengan adanya UU PPSK ini, diharapkan stabilitas Sistem Keuangan akan semakin kokoh dan peran Industri Jasa Keuangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi akan semakin kuat. Selain itu, hadirnya UU PPSK menandai era baru dalam perlindungan konsumen industri keuangan khususnya di sektor perbankan dan asuransi. Selanjutnya, LPS akan melakukan perubahan struktur organisasi sebagai bentuk implementasi atas amanat baru pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK). "Semoga dalam waktu dekat persiapan itu sudah matang,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam keterangan resminya belum lama ini. &nbsp;Purbaya merincikan roadmap pelaksanaan program penjaminan polis dimulai tahun 2023 berupa Identifikasi kebutuhan dan pemenuhan awal sumber daya manusia. Tahun 2024 LPS memulai pengembangan kompetensi SDM serta menyelesaikan aturan turunan UU PPSK dalam dua tahun pertama dan tahun 2025 melanjutkan pemenuhan dan pengembangan SDM, serta memulai persiapan infrastruktur dan pengembangan tahap awal untuk IT. Lalu pada tahun 2026-2027 LPS melanjutkan pemenuhan SDM, pengembangan kompetensi SDM serta pengembangan IT dan puncaknya di tahun 2028 implementasi program penjaminan polis. Seiring penambahan tugas baru itu, struktur organisasi LPS akan makin gemuk. Nantinya akan ada tambahan bos baru LPS untuk jabatan dewan komisioner yang khusus membidangi program penjaminan polis.Sementara itu pengamat ekonomi dari Universitas Pembangunan 'Veteran' Yogyakarta menyambut baik peran baru LPS ini dan dapat menjadi salah satu solusi masalah yang terjadi di industri asuransi. Pemegang polis mendapat kepastian pengembalian dana bila perusahaan asuransi bila ditutup. "Perusahaan asuransi bisa mengalihkan sebagian risiko kepada LPS dan melindungi para pemegang polis. Tapi sudah seharusnya menetapkan standar atau syarat ketat bagi industri bila mau maasuk menjadi peserta penjaminan," ungkapnya.Ardhito menilai kendala yang terjadi di industri asuransi adalah mengenai produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau dikenal dengan unit link. Banyak pemegang polis yang kecewa ternyata nilai investasi yang ditawarkan tidak sesuai dengan ilustrasi awal saat penawaran. Bahkan, banyak perusahaan asuransi mengalami gagal bayar terlebih ada efek Covid-19 lalu. "Perusahaan asuransi mengalami 'sunset' atau kemuraman usaha akibat unit link ini. Masyarakat semakin tidak percaya lagi dengan (perusahaan) asuransi. LPS juga harus ingat jangan sampai salah pengelokaan karena karakreristik bisnis bank berbeda dengan asuransi," papar Ardito.Wewenang Penjaminan PolisProgram Penjaminan Polis (PPP) ini diharapkan meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia. Program ini juga menurutnya dapat mendukung pendalaman pasar keuangan di mana dana masyarakat yang dihimpun oleh perusahaan asuransi dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan pembangunan nasional. &nbsp;“PPP ini pada dasarnya adalah perlindungan kepada nasabah asuransi bukan penyelamatan perusahaan asuransi. Semoga ke depannya industri asuransi dalam negeri lebih mendapatkan kepercayaan masyarakat, dan berkuasa di pasarnya sendiri” imbuh Purbaya.Sebagaimana diketahui hal penting lainnya dari adanya UU PPSK adalah mendorong LPS menjadi lembaga yang tidak lagi hanya berfokus meminimalisir. Namun juga berfokus pada meminimalisir risiko yang memiliki fungsi untuk meminimalkan risiko terganggunya Stabilitas Sistem Keuangan, termasuk asesmen risiko Bank dan kewenangan untuk melakukan keterlibatan dini dan resolusi Bank dalam penanganan permasalahan Bank. Sesuai amanat UU Nomor 4 Tahun 2023, LPS merupakan penyelenggara PPP untuk melindungi pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan.<figure class="image"><img src="https://ik.trn.asia/uploads/2023/07/1690371769596.jpeg"><figcaption>Lembaga Penjamin Simpanan</figcaption></figure>Nantinya, dalam penyelenggaraan PPP, LPS berfungsi untuk menjamin polis asuransi dan melakukan resolusi perusahaan asuransi dengan cara likuidasi. Adapun, PPP merupakan tindak lanjut dari implementasi UU PPSK, penyelenggaraan PPP bertugas melindungi penjamin polis, dan setiap perusahaan asuransi wajib menjadi peserta penjamin polis, dengan keharusan wajib memiliki tingkat kesehatan tertentu. Dalam penyelenggaraan PPP, perusahan asuransi yang akan mengikuti program, adalah perusahaan asuransi yang dinyatakan sehat, dan untuk mengetahui sehat atau tidaknya dan perusahaan asuransi tersebut LPS akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).Ketentuan wewenang penjaminan polis itu termuat dalam BAB VIII UU PPSK. Penjaminan polis ini bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahan asuransi dan perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan. "Program penjaminan polis dapat menggunakan Prinsip Syariah yang merujuk kepada fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan, dalam penetapan fatwa di bidang syariah," bunyi pasal 79 ayat (3).Setiap perusahaan asuransi termasuk yang berbasis syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis. Perusahaan wajib memenuhi persyaratan tingkat kesehatan tertentu untuk menjadi peserta penjaminan. Kriteria tersebut ditetapkan oleh LPS setelah berkoordinasi dengan OJK. Adapun ruang lingkungan dan mekanisme penjaminan sebagai berikut:Penjaminanan polis hanya menjamin unsur proteksi dari produk asuransi pada lini usaha tertentu yang nantinya akan diatur dalam PP Program asuransi sosial dan asuransi wajib dikecualikan dari penjaminanan Perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan menjadi peserta wajib membentuk dana jaminan Penjaminan diberikan untuk polis asuransi yang masih aktif dan klaim polis dari perusahaan yang dicabut izin usahanya Batas maksimal penjaminan polis diatur dalam PP dengan memperhatikan keberlanjutan program penilaian dan cakupan program.Tantangan LPSPembentukan lembaga penjamin polis di tengah kondisi beberapa perusahaan asuransi yang gagal membayar klaim polis asuransi nasabah menjadi tantangan utama bagi LPS. Lembaga Penjamin polis harus memastikan tidak ada moral hazard bagi para pelaku industri asuransi karena produk asuransi dijamin LPS. Selain itu besaran premi tidak terlalu membebani perusahaan terlebih di tengah upaya pemulihan ekonomi. LPS juga diharapkan mampu melaksanakan kewenangannya untuk penatausahaan dan pengelolaan atas aset program penyelenggaraan polis dengan memisahkan pencatatan aset penjaminan."Hampir sama dengan perbankan, LPS harus menerapkan rating perusahaan risiko dalam menerapkan iuran. Perusahaan (asuransi) paling berisiko paling tinggi preminya. Perlu diperhatikan juga premi dari LPS akan dibebankan kepada nasabah (pemegang premi) sehingga harus membayar premi asuransinya lebih mahal lagi," ungkap Ardito Bhinardi, ekonom dari UPVN Yogyakarta.Sebagaimana diketahui, selama ini LPS mengenakan premi penjaminan kepada bank dengan dua kewajiban. Pertama, kontribusi kepesertaan 0,1 persen dari modal disetor bank. Kedua, premi penjaminan yang dibayarkan dua kali dalam setahun. Periode 1 Januari-30 Juni dan periode 1 Juli-31 Desember. Premi itu 0,1 persen per periode dari rata-rata saldo bulanan total simpanan. Guna menetapkan besaran iuran ke perusahaan asuransi, LPS hendaknya duduk bersama dengan asosiasi perasuransian, seperti Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dewan Asuransi Indonesia (DAI).<figure class="image"><img src="https://ik.trn.asia/uploads/2022/05/1652093012228.jpeg"><figcaption>Karyawan beraktivitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Senin, 9 Mei 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</figcaption></figure>Ada pula Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial (AAJSI), Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi (Apparindo), Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia (APKAI), dan Asosiasi Ahli Pialang Indonesia (Apari). Guna menjamin rasa keadilan, iuran sudah sepatutnya berbasis risiko (risk based premium) atau menurut profil risiko masing-masing bank dan perusahaan asuransi. Semakin tinggi risiko bank dan perusahaan asuransi, makin tinggi premi penjaminan yang dikenakan kepada peserta. Untuk mengetahui dan menentukan peringkat risiko, LPS dapat menjalin kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah menentukan tingkat kesehatan bank dan perusahaan asuransi. Tingkat kesehatan bank atau perusahaan asuransi adalah hasil penilaian kondisi bank atau perusahaan asuransi yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja.Misalnya perusahaan harus memenuhi syarat mencetak profit risk based capital (RBC) nya di atas 120% dalam tiga tahun berturut-turut. Hal itu penting agar perusahaan asuransi terdorong untuk memperbaiki tata kelola perusahaan yang baik serta meminimalisir tingkat risiko agar dapat menjadi peserta penjaminan polis. Perlu diperjelas bahwa penjamin polis ini adalah untuk perusahaan yang sudah di pailitkan (ditutup) oleh OJK. Sama seperti fungsi LPS saat ini untuk nasabah perbankan yang banknya sudah pailit.Tantangan lainnya adalah LPS sudah sepatutnya terus memperkaya ilmu dan pengetahuan serta pengalaman SDM mereka mengenai pengaturan dan pengawasan perasuransian dan manajemen risiko. Tidak hanya berhenti di situ, OJK perlu pula memperkokoh manajemen risiko perusahaan asuransi melalui audit internal. Sebab, banyakmya &nbsp;kasus perasuransian yang muncul beberapa tahun terakhir ini membuktikan betapa lemahnya penerapan manajemen risiko di perusahaan asuransi. Karena itu, dibutuhkan reformasi perasuransian secara lebih cepat.Sejatinya, audit internal perusahaan asuransi itu boleh dikatakan merupakan kepanjangan tangan pengawasan OJK di perusahaan asuransi. Alhasil, penguatan audit internal tersebut bermanfaat ganda. Selain dapat meringankan tugas pengawasan OJK, juga mencegah kasus perasuransian lebih dini.<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/teken-kontrak-2-tahun-total-gaji-neymar-di-al-hilal-rp-5-3-triliun">Teken Kontrak 2 Tahun, Total Gaji Neymar di Al Hilal Rp5,3 triliun</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/berlabuh-di-chelsea-gaji-caicedo-sentuh-rp-122-miliar-per-tahun">Berlabuh di Chelsea, Gaji Caicedo Sentuh Rp122 Miliar Per Tahun</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/tren-integrasi-fmc-saham-telekomunikasi-bisa-jadi-penopang-ihsg-sampai-akhir-2023">Tren Integrasi FMC, Saham Telekomunikasi Bisa Jadi Penopang IHSG sampai Akhir 2023</a></li></ul>Sudah barang tentu, sangat diharapkan mandat baru kepada LPS itu akan dapat mengerek tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perasuransian yang selama ini anjlok. Kepercayaan yang tinggi itu akan menaikkan tingkat kebiasaan berasuransi (insurance habit) masyarakat yang selama ini masih terbilang rendah. Termasuk nasabah asuransi atau pemegang polis tetap bisa 'tidur pulas' bila perusahan asuransi harus ditutup. &nbsp;(Tomi Sujatmiko, Jurnalis Jogjaaja.com)

asuransi fwd.jpg

INDUSTRI asuransi di tanah air menuai banyak masalah akhir-akhir ini. Sebut saja Jiwasraya, Bumiputera, Asabri, Kresna Lifa menambah panjang buruknya manajemen 

Asuransi Dijamin LPS, Pemegang Polis Bisa Tidur Pulas Layaknya Nasabah Bank?