JAKARTA - Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar DFTC, Akbar Harfianto menilai adanya titik penjualan menjadi latar belakang yang harus dikuatkan karena <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/harga-rokok-murah">rokok</a> menjadi biaya terbesar nomor dua yang dikeluarkan setelah beras.Dengan adanya hal tersebut, perekonomian untuk wilayah Jabodetabek dalam hal ini minimarket yang menjadi pusat titik perekonomian.Akbar Harfianto memberi contoh penjualan <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/rokok-murah">rokok</a> elektrik di minimarket. Akbar mengaku bahwa timnya sedang melakukan pemetaan terkait rokok elektrik, yang efeknya akan sangat penting untuk menentukan titik penjuaalan.&nbsp;“Bisa kita simpulkan bahwa kalau mau cari rokok di Jakarta itu ada di minimarket. Hal ini menjadi poin of sales yang perlu dijelaskan.”ujar Akbar Harfianto.Dalam survei yang sudah dilakukan oleh CHED ITB Ahmad Dahlan, sebanyak 71% terdiri dari Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 17% dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) sebesar 12%.Dalam hal ini rokok jenis SKM mendominasi penjualan rokok penyediaan rokok sejabodetabek. Hal tersebut patut diduga bahwa para anak-anak dan pelajar yang mengkonsumsi rokok banyak diantara mereka yang mengkonsumsi rokok berjenis SKM.Kemudian Akbar Harfianto membandingkan dengan produksi di tahun 2021, bahwa produksi Industri Hasil Tembakau (IHT) di 2021 market sharenya untuk SKM kurang lebih sebanyak 68,8% dimana angka ini mendekati dengan hasil survei saat ini.Selain itu, hal yang menarik kembali Akbar Harfianto ungkapkan tentang adanya pergeseran SKT yang menduduki posisi kedua sebesar 27% kemudian diikuti oleh SPM.&nbsp;Adanya perbedaan tersebut Akbar Harfianto menilai adanya wilayah survei yang diambil yaitu Jabodetabek, di mana selera SPM lebih tinggi dan yang paling konsisten ialah SKM.Bicara mengenai Harga Transaksi Pasar (HTP) Akbar Harfianto memberi tanggapan soal pelanggaran yang dilakukan oleh kepulauan seribu dan Jakarta utara yang bisa dikaitkan dengan daya beli masyarakat.<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/pemkot-yogya-minta-perangkat-wilayah-pantau-jam-rawan-antisipasi-klitih">Pemkot Yogya Minta Perangkat Wilayah Pantau Jam Rawan Antisipasi Klitih</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/honda-hr-v-jadi-the-best-car-design-2022">Honda HR-V Jadi The Best Car Design 2022</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/ahli-ungkap-aplikasi-binomo-bisa-menggiurkan-bagi-banyak-orang">Ahli Ungkap Aplikasi Binomo Bisa Menggiurkan bagi Banyak Orang</a></li></ul>“Mungkin, apabila bisa dikaitkan dengan daya beli mungkin ada hubungannya ini, kenapa kepulauan seribu menjual di bawah HTP 84,5%, ini mungkin karena daya beli di sana yang rendah.” kata Akbar Harfianto.

rokok-4

Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar DFTC, Akbar Harfianto menilai adanya titik penjualan menjadi latar belakang yang harus dikuatkan karena rokok menjadi biaya tersebar nomer dua yang dikeluarkan setelah beras.

Duh, Setelah Beras Rokok Menjadi Biaya Terbesar Dikeluarkan