YOGYA - Pelaku Industri Kecil dan menengah yang tergabung dalam Forum Transparansi Gula Nasional (FTGN) di Jateng-DIY, Jabar dan Jatim mengeluhkan menghilangnya pasokan gula rafinasi dari pasaran. Kondisi ini sudah terjadi sejak akhir 2019 sehingga para pelaku harus menggunakan gula konsumsi masyarakat dengan harga selangit.
&ldquo;Besaran kuota impor dari Mendag belum turun. Biasanya kuota mencapai 1,6 juta ton untuk enam bulan, kini .au dikurangi lagi mencapai 1,4 juta ton. Kondisi itu membuat harga gula rafinasi melambung dari biasanya Rp10-11 ribu menjadi Rp12.400 per kilogramnya,&rdquo; ungkap Ketua Umum FTGN Supriyanto Sardjowikarto didampingi anggota dan pelaku IKM lainnya kepada media, Sabtu (22/02,/2020).
Menurut Supriyanto kondisi ini membuat biaya produksi membengkak karena menggunakan gula rafinasi yang sudah melambung harganya. Bahkan, terkdang harus membeli gula konsumsi atau rumah tangga yang kini sudah mencapai 15-17 ribu per kilogramnya. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cermat banyak pelaku IKM seperti makanan dan minum akan gulung tikar.
&ldquo;Kami selama ini mendapatkan gula dari PG Lamongan karena kualitas bagus dan produksinya lancar. Namun, sejak triwulan pertama tahun ini pasokan tersendat akibat ketiadaan bahan baku guna menghiling raw sugar menjadi gula rafinasi. Pemerintah diharapkan untuk menyelesaikan masalah ini dengan memberi kepastian ketersediaan gula rafinasi. Apalagi mendekati puasa dan lebaran biasanya menjadi waktu penguaaha untuk memperbesar produksi,&rdquo; tandasnya.
Perajin gula merah asal Ciamis Darsan mengeluhkan terbatasnya pasokan gula rafinasi sehingga mulai menganggu produksinya. Biasanya setiap hari membutuhkan 3 sampai 6 ton, kini hanya terpenuhi 10 sampai 20 persen sehingga produksi menurun. Bahkan, perajin lain yang tergabung dalam koperasi terancam tidak berproduksi.
&ldquo;Kami selami ini dirahkan pemerintah untuk berkoperasi dan bermandiri ekonomi dengan membuat gula merah, kini malah dipersulit dengan kondisi seperti ini. Harusnya, bulan-bulan ini berproduksi guna memenuhi kebutuhan saat puasa sampai lebaran, kini malah terancam kolaps,&rdquo; tandasnya.
&nbsp;
Kondisi serupa diungkapkan pelaku IKM di Blitar, Kediri dan Tulungagung yang memproduksi sirup, roti dan aneka makanan lainya. Biasanya mendapatkan 1000-2000 ton gula rafinasi, kini tersendat. Bahkan, tidak memiliki gula konsumsi sebagai cadangan lantaran pabrik gula sudah tidak melakukan penggilingan. Andaipun ada, maka harga gula konsumsi sudah melambung sejak Oktober 2019 dari Rp 13.750 menjadi Rp14.500 di Februari 2020 dan terus melmbung hingga Rp17.000.
&ldquo;Pemerintah seharusnya sudah memiliki langkah strategis karena siklus nya begini setiap tahun. Upaya impor yang dilakukan pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan gula rafinasi apalagi kuota dikurangi hanya 1,4 juta ton,&rdquo; tandasnya. (*)
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;

Gula Rafinasi ‘Menghilang’, IKM Menjerit

YOGYA - Pelaku Industri Kecil dan menengah yang tergabung dalam Forum Transparansi Gula Nasional (FTGN) di Jateng-DIY, Jabar dan Jatim mengeluhkan menghilangnya pasokan gula rafinasi dari pasaran. Kondisi ini sudah terjadi sejak akhir 2019 sehingga para pelaku harus menggunakan gula konsumsi masyarakat dengan harga selangit.