JAKARTA - Ketua Komite Tetap Kamar Dagang Indonesia (<a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/kadin">Kadin</a>) Arya Rizqi Darsono menilai industri dalam negeri belum sanggup menyerap produk olahan <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/nikel">nikel </a>hasil <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/hilirisasi-nikel">hilirisasi</a>.Arya mengatakan, Indonesia baru berhasil menciptakan produk setengah jadi. Sehingga harus mengimpor yang sudah disempurnakan di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri."Bicara <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/hilirisasi-nikel">hilirisasi </a>tentu perlu market untuk menyerap. Misalnya <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/nikel">nikel </a>matate masih half finish product," katanya dalam Mining Zone yang dikutip Selasa 19 September 2023.Untuk itu Arya berharap Indonesia memiliki banyak smelter dengan teknologi hidrometalurgi yang tidak hanya memproduksis katoda sebagai bahan bakau baterai, tetapi juga bisa menghasilkan barang jadi sehingga nilai barang menjadi berkali lipat.Nantinya setelah menghasilkan baterai sendiri, Indonesia diharapkan memiliki market yang bisa menyerap produk yang sudah dihasilkan oleh industri baterai. Tentunya ia mendorong gerak pemerintah untuk memformulasikan kebijakan khususnya pada program yang sedang dikebut pemerintah saat ini yaitu kendaraan listrik dengan memberikan kemudahan pajak atau insentif fiskal.<h2><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/hilirisasi">Hilirisasi </a><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/bauksit">Bauksit</a></h2>Lebih lanjut Arya mencontohkan, hal lain yang bisa didorong yaitu industri <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/bauksit">bauksit </a>yang selama ini baru berhasil mengolah bijih bauksit menjadi alumina dan aluminium. Untuk itu berharap Indonesia memiliki market yang bisa mneyerap produk setengah jadi dan menghasilkan produk yang bisa langsung digunakan dalam negeri.Selain nikel dan bauksit, Arya kembali mencontoh pasir silika yang sebelumnya akan diberlakukan larangan ekspor oleh pemerintah. Kata dia, pemerintah perlu menyiapkan market seperti pengolahan panel surya maupun kaca yang benar-benar bisa memanfaatkan pasir silika secara maksimal."Jangan sampai nanti pelaku usaha sudah siap <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/hilirisasi-nikel">hiliriasasi</a>, produknya malah tidak terserap. Ini saya kira ke depan sama-sama kita bisa duduk bersama bagaimana rumuskan formulasi kebijakan yang bisa diterapkan pelaku usaaha," pungkas AryaSebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) justru menyebut salah satu komoditas besi baja dengan kode HS 72 nampak mendominasi eskpor ke Cina. Hal ini sekaligus menggeser komoditas Crude Palm Oil (CPO).PLT Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, memang ada perubahan struktur ekspor untuk nonmigas Indonesia ke Cina dalam dua tahun terakhir menggeser Amerika Serikat (AS). Bahkan nikel dan barang daripadanya atau kelompok HS 75 diakui masuk dalam lima besar kelompok ekspor non migas Indonesia dan Cina."Hal ini tentunya seiring dengan kebijakan hilirisasi dan pembangunan smelter pengolahan bijih nikel,” katanya dalam rilis BPS pada Jumat, 15 September 2023.

Ilustrasi Smelter RKEF PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).

BISNIS_Proyek-Nikel_foto2.png

Ketua Komite Tetap Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Arya Rizqi Darsono menilai kesiapan industri dalam negeri tak sanggup menyerap produk olahan nikel hasil hilirisasi.

Industri Dalam Negeri Belum Siap Serap Produk Nikel