YOGYA, Jogjaaja.com - Perayaan Paskah akan menjadi seremoni dan rutinitas belaka ketika kisahnya dihadirkan tanpa penghayatan. Para siswa SMA Stella Duce 2 Yogyakarta berupaya menunjukkan kepada publik bahwa kisah sengsara Yesus Kristus layak dihadirkan dengan proses kontekstualisasi dengan situasi masyarakat hari ini."Kami membayangkan bahwa jika Yesus hadir di jaman ini, tentu masyarakat yang memprotes dan menghujat Dia adalah orang-orang yang biasa saja : pedagang pasar, aparat birokrasi, petani dan nelayan, aparat militer, barisan emak-emak, tukang parkir, tukang ojek, dan sebagainya," kata Tim Produksi Tablo Paskah 2023 SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, Felix Gading Purnama, Kamis (6/4/2023).Menurutnya, jenis orang yang sama pula lah yang juga awalnya rajin menjadi followers setia Yesus. Kisah sengsara juga tidak lepas dari konteks sosial dan politik kala itu. Pihaknya meyakini bahwa rakyat Yerusalem jaman itu takut dengan para penjajah Romawi, namun ada rasa kesal dan curiga pula dengan intrik oknum aparat Romawi."Kehadiran Simon Kirene bisa menggambarkan bahwa sebagian dari kita adalah jenis orang kepo, yang ingin tahu urusan orang lain, namun menolak dimintai partisipasi untuk menjawab persoalan," katanya. &nbsp;Situasi itulah yang membuat rakyat terbolak-balik hatinya : kadang membenci Sang Guru, kadang menyesal karena membuat Sang Guru tersiksa. Pertobatan pun akhirnya terjadi tidak hanya pada rakyat yang menghujat, tetapi juga oleh aparat prajurit yang mengawal Yesus dengan setengah hati."Lewat sajian Tablo ini, kami berharap publik yang melihat dan mengikuti proses Tablo ini memiliki kesadaran bahwa kisah sengsara Yesus Kristus yang terjadi 20 abad silam pun masih relevan dengan situasi konkret hari ini di masyarakat kita. Bahwa Tuhan pun hadir dalam persoalan nyata kita hari ini. Dengan demikian alasan logis dan alasan iman mengapa Yesus dihukum mati dapat sungguh dirasakan oleh banyak orang," ucapnya.Proses penyajian Tablo telah dipersiapkan dalam waktu 2 bulan terakhir. Para siswa SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang tinggal di asrama, yang memiliki beragam latar belakang budaya. Baik dari pihak pemain maupun kru produksi ada yang merupakan anak Medan, Jakarta, Kalimantan, anak Toraja, Makassar, Menado, anak Jawa, Bali, Kupang, Ambon, dan anak Papua. Keberagaman juga diunjukkan melalui dialog-dialog yang dipakai oleh para aktor.&nbsp;<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/gjl-bagi-bagi-takjil-ke-masyarakat-di-nol-km-yogyakarta">GJL Bagi-bagi Takjil ke Masyarakat di Nol KM Yogyakarta</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/berawal-dari-makanan-kesukaan-seorang-asn-di-jogja-sukses-bangun-usaha-bolen">Berawal dari Makanan Kesukaan, Seorang ASN di Jogja Sukses Bangun Usaha Bolen</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/lanny-amborowati-gelar-pameran-tunggal-di-joglo-mas-resto">Lanny Amborowati Gelar Pameran Tunggal di Joglo Mas Resto</a></li></ul>"Dalam proses produksi Tablo, kami mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, orangtua siswa, para guru dan karyawan sekolah, Paroki St Antonius Kotabaru Yogyakarta, Seminari Tinggi St Paulus Yogyakarta. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan langsung maupun tidak langsung dari para pihak tersebut," katanya. (Anz) &nbsp;

stece.jpeg

  Foto: Suasana latihan pementasan tablo kisah sengsara Yesus yang dilakukan murid SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.

&nbsp;YOGYA, Jogjaaja.com - Perayaan Paskah akan menjadi seremoni dan rutinitas belaka ketika kisahnya dihadirkan tanpa penghayatan. Para siswa SMA Stella Duce 

Murid SMA Stelle Duce 2 Yogyakarta Pentaskan Pablo Kisah Sengsara Tuhan Yesus