YOGYA, Jogjaaja.com - Anggota Dewan Pengupahan perwakilan buruh DIY, Jatmiko, angkat suara terkait proyeksi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2023.Dia mengatakan, pihaknya beberapa waktulalu menggelar rapat koordinasi persiapan penetapan upah. Sejumlah riset juga telah dilakukan dengan elemen serikat buruh DIY. Riset itu sendiri dilakukan untuk menunjukan fakta sesungguhnya di masyarakat, bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DIY haruslah realistis."Riset bersama DPD KSPSI dan beberapa curhatan teman-teman di lapangan baru menanyakan ke pedagang terkait harga, mereka (pedagang) bilang harganya semua naik,"; kata Jatmiko, dalam keterangan tertulis, Jumat (28/10/2022). Dia menjelaskan dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat terasa ke seluruh aspek sosial. Oleh sebab itu, pihaknya mewakili amanat para buruh di DIY sepakat untuk tidak memakai Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dalam menentukan nominal upah di 2023.Alasannya, menurut Jatmiko, formula yang dipakai dalam PP nomor 36 Tahun 2021 tidak realistis. Sebab, itu hanya mengacu pada data inflasi dan survei dari Badan Pusat Statistik (BPS). Sementara menurut catatan dari Dewan Pengupahan perwakilan buruh, jika penentuan upah di DIY mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL, maka ditemukan nilai yang ideal untuk KHL di Kota Yogyakarta mencapai Rp4 juta. "Sedangkan berdasarkan Peremenaker Nomor 18 Tahun 2020, nilai KHL di Jogja mencapai Rp3 juta. Ada perbedaan komponen lama dan baru. Kami sebelum survei ada pembekalan dulu. Lokasi pasarnya yg dilakukan dewan pengupahan provinsi juga pasar-pasar yang biasa masyarakat kunjungi," jelasnya.Sementara munculnya Ombibus Law yang dipandang sebagai undang-undang sapu jagat itu dinilai Jatmiko menghilangkan aturan survei lapangan. Ditegaskan pula bahwa Undang-undang Cipta Kerja juga memangkas fungsi dewan pengupahan."Pasca disahkannya UU Ciptakerja, bagi kami dewan pengupahan nasional dan provinsi kehilangan fungsinya. Akhirnya dewan pengupahan hanya menjadi pengamat dalam mengusulkan UMP ke Gubernur, karena datanya dari BPS, bukan survei KHL,"" tegasnya.Oleh sebab itu, pertemuan antara buruh, perwakilan dewan pengupahan, dan Disnakertrans diharapkan Jatmiko menjadi momen penyampaian aspirasi."Agar situasi ke depan akan lebih baik. Dengan memperhatikan aspek KHL. Kenaikan BBM berdampak ekonomi sosial. Harapannya gerakan buruh bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk memberikan alternatif kebijakan seperti apa,"; tegasnya.<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/ribuan-santri-peringati-hari-santri-nasional-di-alun-alun-paseban-bantul">Ribuan Santri Peringati Hari Santri Nasional di Alun-alun Paseban Bantul</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/tayang-27-oktober-film-horor-qodrat-ternyata-syuting-di-yogyakarta">Tayang 27 Oktober, Film Horor Qodrat Ternyata Syuting di Yogyakarta</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://jogjaaja.com/read/esg-award-terapkan-aspek-lingkungan-sosial-dan-tata-kelola-pertamina-sabet-penghargaan-dari-tren-asia">ESG Award: Terapkan Aspek Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola, Pertamina Sabet Penghargaan dari TrenAsia</a></li></ul>Pihaknya juga menolak Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, tentang pengupahan. "Kami jelas menolak PP 36/2021 untuk penentuan upah,"; tegasnya. &nbsp;

gaji buruh.jpg

YOGYA, Jogjaaja.com - Anggota Dewan Pengupahan perwakilan buruh DIY, Jatmiko, angkat suara terkait proyeksi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2023.Dia m

Tolak PP 36/2021 Tentang Pengupahan, KHL DIY Capai Rp4 Juta